AMAZING FLORES PART III " Purnama Di Waerebo " (Ruteng - Denge - Waerebo - Labuan Bajo)


Pagi yang basah menyambut kami di Ruteng , sedikit malas beranjak dari balik selimut karena udara dingin Ruteng , teringat hari ini kita akan naik ke Waerebo , desa diatas awan membuat rasa malas hilang digantiakn semangat 45 untuk berjuang naik ke Waerebo yang berada diketinggian 1.100 mdpl .
Selesai mandi pagi dan packing , kita breakfast standard alias roti bakar plus kopimix agak kurang nendang sih secara biasa sarapan nasi uduk + telor balado maklum perut ndeso hahahha 

Pukul 9 pagi kami memulai perjalanan, sebelum kami menuju Denge di Manggarai Barat , kami mampir di desa Cancar untuk melihat spider web rice fields atau sawah jaring laba - laba . Dinamakan demikian karena sawah di desa Cancar tersebut tidak seperti umumnya sawah di Pulau Jawa , yang berbentuk memanjang atau sengkedan tapi sawah di Cancar berbentuk bulat dan menyerupai jariing laba - laba .
Pembagian sawah tersebut sudah ada sejak jaman nenek moyang orang Manggarai , pembagian sawah tersebut dinamakan Lingko . Lingko adalah tanah adat yang dimiliki secara komunal untuk memenuhi kebutuhan bersama masyarakat. 

Sawah Lingko, membentuk seperti sarang laba - laba sering disebut spider rice fields

Kita bisa melihat bentuk sawah Lingko dengan jelas dari atas bukit kecil di desa Cancar . Dari arah Ruteng sekitar 30 menit berkendaraan ,maka sampailah kita dipinggir jalan depan sebuah rumah adat Manggarai , setelah mengisi buku tamu dan memberika retribusi seikhlasnya , kita bisa mulai mendaki bukit yang terletak dibelakang rumah tersebut . Setelah mendaki setinggi kurang lebih 200 meter  akhirnya terbentanglah hamparan sawah berbentuk jaring laba - laba . Dari penduduk setempat yang kebetulan bertemu di atas bukit menjelaskan bahwa dari satu lingkaran tersebut adalah satu keluarga , dan masing - masing anggota keluarga mendapat pembagian sawah yang dibagi berdasarkan sistem Lingko tersebut .

Bukit tempat melihat Spider Rice Fields 
Di Cancar ini kami bertemu dengan mbak Gita orang Bogor yang sedang travelling ke Flores juga  dan seorang turis asal Prancis , akhirnya melihat juga turis domestik setelah beberapa hari di Flores yang terlihat hanya turis asing . Mbak Gita ini juga berniat ke Wae Rebo , dan kebetulan tidak menyewa mobil , akhirnya karena mobil kami masih cukup besar untuk menampung satu atau dua orang penumpang lagi kutawari mbak Gita buat ikut bareng kami .

Hai Cancar , good morning
Kami tidak lama di Cancar, karena harus meneruskan kembali perjalanan ke Denge yang memakan waktu kurang lebih 5 jam perjalanan , dengan medan yang masih sama , berkelok dan turun naik .
Perjalanan ke denge melewati pemandangan yang beraneka ragam dari mulai bukit , ladang jagung , sawah , tepi laut  bagai bingkai panorama indah dengan payung langit biru tanpa polusi .

Pemandangan sepanjang jalan menuju Denge 



Setelah 5 jam dikocok oleh kelokan jalan , terbentanglah desa Dintor di hadapan mata , lanscap alam maha sempurna , pertemuan laut, sawah dan gunung . Terdapat satu penginapan di Dintor milik warga Waerebo Martinus Anggo , semula kami berniat bermalam disana ,tetapi karena faktor yang telah gw ceritain pada part II jadilah kami menginap di Ruteng , dan di Dintor hanya singgah untuk makan siang di Wae Rebo Longe milik Martinus .

Dintor , hamparan keindahan mahasempurna , laut , gunung , sawah menyatu dalam satu lanscap alam , Diseberang terlihat Pulau Mules




Waerebo Longe milik Martinus Anggo 








Selesai makan siang , guide yang akan menemani kami naik ke perkampungan Waerebo tiba selain guide Pak Joseph kami juga menyewa seorang porter untuk membawakan barang kami berupa tas berisi pakaian dan air minum, sewa porter satu hari adalah 150 ribu  , kami naik mobil sampai ke Denge , desa paling akhir sebelum memulai perjalanan dengan napak tilas alias jalan kaki ke Wae Rebo

Makan Siang sebelum naik ke Waerebo

Aturan selama kita tinggal di desa Waerebo 



Di Denge terdapat satu SD Katholik milik Blasius Monta yang masih kerabat dengan Martinus Anggo , di Blasius Monta ini juga pemilik home stay Wejang Asih .Dari sinilah perjalanan penuh perjuangan dimulai .

Desa Denge , Desa terakhir sebelum naik ke Waerebo

 Pose dulu bareng pak Porter dan mbak Gita sebelum naik ke Waerebo

Baru beberapa langkah perjalanan telah menanjak , jalan tampaknya sedang dilakukan perbaikan , rencananya nanti untuk menuju Waerebo , dari Desa Denge ini akan dapat dilalui mobil sampai pos I , yah lumayan buat menghemat tenaga dan waktu , tapi tampaknya tidak akan seseru ini lagi perjalanannya , kurang greget perjuangan untuk melihat sebuah desa di atas awan .

Jalan setapak yang sedang mulai dibangun, rencananya mobil akan bisa sampai POS I 




Setelah melewati rintangan yang lumayan , sampailah kami di Pos I , di Pos satu ini kami berhenti sejenak untuk melepas lelah dan main - main di sungai kecil serta foto - foto di plang mengenai Waerebo.

Pos I  


Setelah cukup melepas lelah perjalanan kami lanjutkan kembali , untuk menuju pos II , jalan untuk menuju pos II ini lebih menanjak tetapi sudah terlindung dari sengatan cahaya matahari sehingga lumayan mengurangi beban dehidrasi .

Jalan menuju POS II , tanjakkannya udah enggak lucu lagi , jadi pake tongkat kaya mak lampir nih , hutan mulai lebat dan sinar matahari tidak lagi menyengat kulit
Sampai di pos II yang merupakan pagar dari semen , kita dapat memandang bukit hijau di kejauhan dan dari pos II ini juga satu - satunya tempat kita dapat signal handphone , jadi bisa update status dulu dech.

POS II dengan segala kelelahan yang mulai terpancar dari wajah, tapi tetep selfie


Perjalanan lanjut kembali , tanjakan masih berlangsung , bahkan lebih curam dan tinggi , menurut guide tanjangan akan berhenti sekitar 2400 meter sebelum sampai Waerebo , akan mendatar dan menurun melewati kebun kopi . 

Akhirnya sampailah kita dijembatan kayu bambu perbatasan antara hutan dengan ladang kopi milik masyarakat Waerebo , setelah menempuh 4 jam perjalanan dengan menanjak sebentar lagi gw akan melihat perkampungan Waerebo yang mendunia .

Jembatan bambu pembatas antara hutan dengan ladang kopi milik penduduk Waerebo






Dari ladang kopi kami naik sedikit , ada sebuah saung dari kayu , jadi kita harus singgah dahulu ke saung tersebut sebelum memasuki kampung Waerebo, dari saung ini guide akan membunyikan kentongan bertanda ada tamu yang akan datang berkunjung . Setelah mendapat balasan dari desa Waerebo tanda persetujuan kami boleh memasuki kampung . 

Dan terbentanglah dihadapan mata gw , 7 rumah berbentuk kerucut dengan atap terbuat dari alang - alang , pengunungan hijau menyelimuti sekeliling desa , pemandangan yang tidak dapat gw lukiskan denag kata - kata , setelah menempuh puluhan kilometer, rasanya lelah dan pegal - pegal gw terbayar sudah .

Finally ...Welcome to Waerebo 


Seperti pesan dari Pak Joseph kepada kami  bahwa sebelum masuk ke rumah Gendang dan menjalani upacara penerimaan tamu , kami dilarang untuk memotret .
Kami disambut tetua desa dalam rumah Gendang , rumah Gendang ini adalah rumah Mbaru Niang yang paling besar dan berada ditengah , untuk tempat berkumpul tetua desa dan penyambutan tamu .
Kami memberikan uang alakadarnya untuk ditukar dengan ayam sebagai simbol upacara penyambutan . Ayam itu nanti yang akan dipotong dan menjadi santapan makan malam kami .
Ayam tersebut dipotong di altar batu ditengah desa sesuai dengan upara adat desa Waerebo .
Penduduk Waerebo beragama Katholik , maka nama - nama merekapun keren - keren Joseph , Martinus , Paulina , Martha :)

Waerebo Village

Rumah Gendang tempat upaca menyambut tamu

Upacara penyambutan tamu oleh para tetua adat , memakai bahasa Manggarai yang diwakili oleh guide kami 



Si mister megang ayam yang jadi simbol upacara 


Altar ditengah desa, ayam tersebut dipotong diatas altar sebagai rangkaian dari upacara

Kami memasuki rumah tamu , rumah yang diperuntukkan bagi tempat menginap turis yang datang , disini kami bertemu dengan 2 pasangan dari Prancis , mereka sedang berbulan madu ke Flores , bulan madu kok susah - susah naik gunung yooo bule ada - ada aja, kan enakan duduk - duduk manis lihat sunset .

Rumah tamu tempat kami menginap  




Setelah bersih - bersih kami keluar untuk keliling desa , udara dingin mulai terasa ketika malam mulai menyapa , kabut tipis turun menerpa kulit . Kami main kesalah satu rumah yang ditinggali oleh keluarga di Waerebo , mereka melakukan semua aktifitas di dalam rumah , seperti memasak . Tungku ada di tengah rumah , dan bahan - bahan pangan serta peralatan di simpan di tingkat atas . Satu rumah Mbaru Niang dapat diisi oleh 5 sampai 7 keluarga . Karena Mbaru Niang ini hanya 7 rumah , maka warga Waerebo membangun rumah baru dengan membuka lahan didekat perkampungan Waerebo karena sudah tidak dapat ditampung didalam rumah Mbaru Niang .
Kami makan malam , dengan menu sayur daun ketela , ayam dan ubi yang dibuat seperti perkedel  enak banget rasanya , sambelnya bikin air mata bercucuran pedeeees .

Menu makan malam
Selesai makan kami ngobrol - ngobrol dengan warga Waerebo , mendengarkan kisah asal muasal kampung Waerebo ini . Ternyata kampung Waerebo ini telah mengalami perpindahan beberapa kali , dan akhirnya menetap ditempat terakhir sekarang ini . Waerebo telah memiliki rumah baca sehingga anak - anak yang belum bersekolah dapat belajar membaca di rumah baca tersebut .

Rumah Mbaru Niang




Tempat menyimpan kayu bakar dan bahan makanan
Saat kami disana bulan sedang purnama , terang dan sangan indah . Terlihat cantik di atas bangunan berkerucut , hamparan langit maha sempurna dengan taburan bintang dan bulan denagn atmosfer tanpa polusi . Sinar purnama mengantarkan kami tertidur dalam pelukan kabut gunung dan kerlip ribuan bintang .

Purnama di Waerebo
Kokok ayam dan harum biji kopi membangunkan dari mimpi indah , masih malas mata ini untuk dibuka , melihat keluar jendela tampak bangunan Mbaru Niang yang cantik diterpa mentari pagi . Tak ingin melewatkan pagi yang cantik , segera sambar handuk dan sikat gigi , terlalu dingin buat mandi hiihhihi jadi cukup cuci muka dan gosok gigi  enggak lupa pakai pinsil alis biar cakep difoto dan lipstik tipis biar enggak keliatan bangun tidur .

Pagi di Waerebo 
Jadilah kita bernarsis ria foto - foto disekitar desa Waerebo . Selesai foto - foto kami sarapan bersama , nasi goreng , ubi yang dibuat perkedel dan kerupuk plus es teh manis hangat dan kopi.

Mama - mama Waerebo menjemur biji kopi hasil ladang 

Anak - anak Waerebo bermain bahagia , menikmati alam , jauh dari gadget , jauh dari sefie apalagi update status


Mejeng dulu didepan Rumah Gendang 

 Ngayal di depan Rumah Tamu

Sehabis sarapan kami packing - packing karena harus turun kembali ke Denge dan melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo .

Foto dulu sebelum turun gunung


Perjalanan turun pastinya lebih cepat dan lancar , hanya memakan waktu 2.5 jam sampailah kita kembali di Denge dan mobil telah menunggu untuk mengantar kita ke Dintor buat makan siang dan bersih - bersih . Biaya untuk berkunjung ke Waerebo bila menginap Rp.250.000 / orang/malam sudah termasuk makan, bila tidak menginap Rp.100.000 ,- sudah termasuk makan . Biaya porter /guide Rp. 150.000 /hari . Untuk homestay di Dintor atau Denge bisa SMS (sinyal sulit untuk telepon) ke  Waerebo Lodge Martinus  Anggo 085239344046 atau Homestay Wejang Asih Blasius Monta 081339350775. Sewaktu di Waerebo saya membeli kopi buatan penduduk Waerebo , harganya cukup murah hanya 40 ribu dapat 250 gr .

Selesai makan siang dan bersih - bersih kami pun melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo dengan medan yang tidak berbah , berkelok dan naik turun selama 4 jam . Singgah buat minum kopi dan mbak Gita turun di jalan karena beda tujuan dengan kami .

Foto dulu di jalan menuju Waerebo 



Sampai di Labuan Bajo sekitar pukul 4 sore , langsung menuju hotel tempat kami menginap di La Prima Labuan Bajo . Hotel La Prima memiliki private beach dengan pemandangan sunsetnya yang indah . Duduk di balkon kamar sambil minum teh hangat dan memandang sunset serasa hilang semua lelah .

La Prima Hotel Labuan Bajo


Sunset from La Prima Room 




Good Morning Labuan Bajo 

Kami makan malam di sekitar pelabuhan , cukup jalan kaki dari hotel . Disekitar pelabuhan banyak terdapat restaurant dan homestay serta hotel budget . Restaurannya pun beragam , banyak menu Italia karena banyak turis dari Itali dan Prancis yang datang ke Flores . Kami makan di salah satu restaurant Itali atas rekomendasi pegawai hotel , rasanya lumayan enak tapi penyajiannya cukup lama dan agak sedikit banyak nyamuk karena lampu yang sedikit remang - remang dan tidak memasang aroma pengusir nyamuk .

Selesai makan malam , kami kembali ke hotel , mau tidur cepat karena besok akan menuju Pulau Kanawa lalu lanjut Live on Board  ...Amazing Flores IV-  Fantastic Kanawa Island and Live on Board - (Labuan Bajo - Kanawa Island- Pulau Komodo- Manta Point - Pulau Kalong- Gili Laba - Pulau Padar - Pink Beach - Pulau Rinca - Pulau Bidadari - Pulau Kelor)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Jejak Sejarah di Cambodia - Vietnam

Heaven Phuket

...Amazing Flores IV- Fantastic Kanawa Island and Live on Board - (Labuan Bajo - Kanawa Island- Pulau Komodo- Manta Point - Pulau Kalong- Gili Laba - Pulau Padar - Pink Beach - Pulau Rinca - Pulau Bidadari - Pulau Kelor)