Amazing Flores Part II ENDE - BAJAWA - RUTENG - Merapal Mantra dalam Pelukan Gunung Inerie

Seperti pada Amazing Flores Part I kami melanjutkan perjalanan dari Moni ke Bajawa yang memakan waktu kurang lebih 5 jam , lumayan bikin pantat tepos duduk di jok mobil, untungnya sepanjang jalan kita disuguhi pemandangan cantik , dari mulai sawah hijau, ilalang kuning, tepi pantai sampai perkampungan penduduk . Untungnya kami berhenti dibeberapa spot tempat - tempat yang bagus , selain berhenti untuk makan siang di restorant lokal , pokoknya atas rekomen dari si driver dech , yang penting makanannya normal di lidah hahahhaa, buat amannya sih kita makan di seafood restaurant

Pemandangan sepanjang Ende - Bajawa , pantai - pantai yang masih perawan ditepi jalan , dengan naungan awan biru dan angin pegunungan  



Dalam perjalanan menuju Bajawa  kami singgah sebentar di Green Coral beach , pantai yang banyak terdapat bebatuan coral berwarna hijau , pantai ini juga biasa disebut Green Stone . Letaknya masih di pantai Penggajawa Kabupaten Ende , 26 km dari Ende ,atau kurang lebih 30 menit dari pusat Kota Ende

Green Stone atau Green Coral Beach dari tepi jalan

Masyarakat setempat mengumpulkan bebatuan tersebut berdasarkan bentuk dan ukuran serta warna untuk di jual ke kota - kota besar di Pulau Jawa sebagai dekorasi rumah bahwan ada yang di eksport salah satu negara pengimpor batu hijau ini adalah Jepang  .

Tidak ada yang tahu dari mana asal muasal bebatuan berwarna hijau tersebut , dan seakan tidak pernah habis meski penduduk setempat mendulang setiap hari .

Batu - batu di Green Coral Beach
Puas berpanas - panas ria  dan menikmati pantai Green Stone yang masih asri , perjalanan lanjut kembali  . 
Kami berhenti dipinggiran jalan, ditepi jalan masuk menuju gunung , menghirup udara segar dan meluruskan kaki berasa bengkok didalam mobil . 
Saat kami singgah untuk menatap gunung Inerie , ada satu mobil rombongan bule dari Prancis juga singgah .

Meluruskan kaki sebentar ditepi hutan pegunungan Inerie


Perjalanan yang mengocok perut dan membuat kepala nyut - nyutan karena banyak kelokan tajam dan naik turun akhirnya berakhir di Bajawa , desa sejuk yang damai .

Welcome Bajawa  
Udara dingin menyambut kami di halaman Hotel Happy Happy yang terletak di jalan Sudirman Bajawa milik sepasang suami istri asal Belanda , mungkin pemberian nama hotel ini agar setiap tamu yang datang merasa happy dan akan kembali lagi suatu saat nanti.

Sebenarnya bangunan Hotel Happy - Happy lebih mirip sebuah rumah atau hostel , tetapi turis yang singgah disana kebanyakan berasal dari mancanegara , mungkin karena pemiliknya adalah warga asing yang mempromosikan Flores dan hotel mereka di negara asalnya .Harum kopi Flores menyambut kamu, menghilangkan pening kepala .Sambil menikmati sore diteras depan hotel dan menhirup kopi panas , meluruskan kaki yang berasa kesemutan setelah terperangkap dalam mobil .

 Hotel Happy - Happy (pinjem foto dari mbah google, thanks buat yang sudah motret hotel ini , SD card gw rusak jadi hilang foto hotel Happy Happy ini )


 Ruang breakfas


Kamar Hotel Happy - Happy dengan tarif only 350 ribu , dapat breakfast + wifi kenceng , dan perlengkapan mandi disediakan 


Kami istirahat sambil menunggu sore untuk pergi makan malam dan melihat - lihat desa Bajawa . 
Robert driver kami sudah memberikan rekomendasi restaurant untuk makan malam , menurut dia restaurant tersebut memiliki rasa yang enak dan cocok di lidah kami , terutama lidah si mister yang suka kaget kalau nyobain masakan Indonesia .

Setelah dinner atau tepatnya makan sore (karena gw biasanya makan malam sebelum jam 6 sore) kami jalan - jalan keliling Bajawa , diterpa udara dingin , Bajawa tenang dalam balutan angin dingin gunung Inerie , di Bajawa juga terdapat Masjid yang cukup besar , selain pemeluk Katolik di Bajawa juga banyak pemeluk agama Islam.

Kami sampai di sebuah lapangan , mirip seperti lapangan bola , rupanya sedang ada acara rakyat , ada panggung dan stand stand penjual makanan . Kami melihat - lihat sebentar , karena hari mulai gelap dan udara bertambah dingin menusuk tulang sumsum (secara daging gw tipis bo dan biasa dengan panasnya jakarta) maka kami memutuskan untuk kembali ke hotel . Selimutan sambil buka - buka inet kayanya lebih cocok buat ngisi waktu sebelum tidur :)  kebetulan di Happy Happy ini walaupun berupa hotel kecil tapi menyediakan wifi gratis dan lumayan kenceng . Mungkin karena ownernya orang bule dan tamu yang datang kebanyakan bule jadi internet merupakan hal wajib buat mereka, dengan tarif sebesar Rp.350.000 ,- rasanya cukup puas dengan wifi kencang dan kamar yang cukup bersih serta breakfast yang enak :)

Pagi yang dingin menyapa kami , hari ini kami akan meneruskan perjalanan ke Ruteng , tidak lupa akan mampir dulu ke Desa Megalitikum Luba dan Bena di kabupaten Ngada . 

Breakfast di Happy Happy cukup enak , yang pasti sesuai lidah si mister , banana pancake , fruit , kopi atau teh bisa pilih , omelet . Selesai chek out dan urus administrasi kami melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ngada , tepatnya desa TIwuriw yang berada sekitar 19 km di selatan Bajawa.

Desa pertama tempat persinggahan kami adalah Luba , merupakan desa megalitikum walaupun tidak sebesar Bena .

 Welcome To Luba Old Village


 Selfie dulu di Luba

 Makam didesa Luba, karena penduduk Luba penganut Katholik

Penghasilan utama penduduk Luba , bertenun & berkebun 
Cengkeh hasil kebun sedang dijemur

 Hasil tenun masyarakat Luba , cantik kan
Hiasan tanduk kerbau di depan rumah penduduk Luba

Dari Luba , kami mengikuti jalan menurun , sekitar 1 km sampailah kami di Bena , desa megalitikum yang berumur kurang lebih 1200 tahun dan merupakan warisan budaya dunia .
Bena terletak dipuncak bukit dengan view gunung Inerie , merupakan ciri khas dari desa megalitikum yang penduduknya pemuja gunung sebagai tempat para dewa. Penduduk Bena menyakini keberadaan Yeta , Dewa yang bersinggasana di gunung Inerie yang melindungi kampung mereka .

Pemandangan gunung Inerie dari desa Bena , tampak cantik dengan balutan langit biru dan bunga - bunga pohon kemiri

Desa Bena terbentang dari utara ke selatan , hanya memiliki satu pintu masuk dari utara , ujung kampung menanjak sekaligus merupakan tepi tebing terjal .
Bena memiliki kurang lebih 40 buah rumah , ditengah kampung terdapat bagunan yang disebut Bhaga dan Ngadhu. Bhaga merupakan pondok kecil tanpa penghuni dan Ngadhu merupakan bagunan bertiang tunggal beratap ijuk yang mirip pondok tempat berteduh , tiang pada Ngadhu berfungsi sebagai tiang gantung hewan kurban saat pesta adat .

Beautiful Bena Village 
Pintu masuk bagian utara Bena Village
Didepan Bhaga , pondok kecil tanpa penghuni


 Tiang pada Ngadhu , untuk menggantung hewan kurban saat ada upacara adat


Pertama masuk kedalam desa , kita harus melapor dengan mengisi buku tamu dan memberikan donasi seikhlasnya , pada meja tamu , penduduk Bena menjual hasil bumi mereka seperti kemiri, vanila, kayu manis

Hasil bumi masyarakan di Bena
Kegiatan membuat kain tenun,sebagai mata pencaharian penduduk
Dapur traditional
Pose cantik dengan latar belakang desa megalitikum Bena , buat pamer ke anak cucu


Di ujung kampung yang agak menanjak terdapat patung Bunda Maria , karena penduduk Bena merupakan penganut Katolik . Dari ujung kampung ini juga kita dapat memandang keseluruh desa dan bukit hijau di belakang desa .

Patung Bunda Maria yang terletak di ujung desa
 Pemandangan desa Bena dari bukit kecil di ujung desa 


Pemandangan di belakang desa Bena , bukit - bukit hijau cantik 


Puas menikmati keindahan Bena , yang berdiri indah dalam pelukan Gunung Inerie , perjalanan ke Ruteng kami lanjutkan . Cukup lama jarak yang akan kita tempuh , kurang lebih 4 atau 5 jam . Kembali melewati jalan naik turun dan berkelok tajam . 

Kami tadinya berencana menginap di Denge , di Waerebo Lodge milik Martinus Anggo , tapi untuk sampai ke Denge membutuhkan waktu yang cukup lama , dan driver juga kami sudah terlalu lelah dikocok - kocok jalanan yang berkelok - kelok jadilah tanpa rencana kami bermalam di ruteng

Kami sempat mampir ke Danau Teramase sebelum dalam perjalanan ke Ruteng , hanya melihat dari tepi jalan, dipinggir danau tampak pepohonan lebat dan semak perdu , agak susah juga buat turun kesana .

DanauTeramase dari tepi jalan, tetap cantik


Sampai di ruteng hari sudah turun senja , hal pertama yang terlihat adalah antrian BBM di pom bensin , menurut driver kami hal tersebut sudah biasa di Flores . Kami mulai mencari penginapan di Ruteng, karena pastinya yang memiliki hot water, berhubung udara di Ruteng dingin dan si mister tidak terbiasa mandi air dingin . Penginapan yang pertama kita datangi adalah Kesusteran , sayang sekali hotel ini sudah full , padahal menurut yang kami baca di Tripadvisor , hotel ini sangat rekomendit ,bersih dan memiliki hot water . Akhirnya kami terpaksa mencari hotel lain , driver membawa kami ke hotel R*** tapi si mister tidak mau karena keadaan hotel tersebut sangat kumuh , kamar tampak kotor dan berdebu , seperti tidak pernah terurus dengan baik dan hotel tambak tua . Akhirnya kami menginap di penginapan baru , milik salah satu pejabat di Flores , penginapan ini baru jadi belum ada plang nama , katanya ijinnya belum urun saat kami menginap disana , driver kami hanya menyebutnya penginapan Rio . Rumah cukup bagus , dengan halaman luas dan kamar bersih dan besar , ada hot water dengan tarif 300 ribu permalam . Masih lebih baik daripada hotel R*** yang pertama kita datangi . Tapi belakangan kami baru tahu ada hotel Sindha yang lumayan bagus di Ruteng , agak heran driver tidak menyarankan kami menginap diisana , padahal Sindha memiliki banyak kamar .

Selesai bersih - bersih badan , selonjoran , kami menunggu driver yang sedang mengisi bensin untuk pergi makan malam . Kami makan disalah satu restaurant China terkenal di ruteng yaitu Spring Hill , letaknya di jalan Katsuri dekat Gereja Kristus Raja .
Restauran yang bagus dan tergolong cukup mewah untuk ukuran di Flores .
Direstaurant kami bertemu pasangan suami istri asal Belanda yang kami kenal di Hotel Happy - Happy . Sarah sang istri yang berwajah sangat Florese ternyata asli orang Bajawa , tetapi dari kecil menetap di Belanda karena ibunya menikah dengan tentara Belanda sewaktu masa penjajahan dan pindah ke Belanda sewaktu Sarah berumur 2 tahun.

Makanan di Spring Hill enak dan porsinya besar, kami memesan crown soup yang ternyata bisa untuk 5 orang , kebayangkan ngabisinnya

Si mister pusing ngabisin tuh Soup 
Yummie - yummie ...

Setelah makan , balik ke hotel buat nyiapin tenaga naik ke Waerebo besok ...
Perjuangan naik ke Waerebo akan gw ceritain di Amazing Flores III "Purnama di Waerebo" (Ruteng - Denge - Waerebo - Labuan Bajo )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Jejak Sejarah di Cambodia - Vietnam

Heaven Phuket

...Amazing Flores IV- Fantastic Kanawa Island and Live on Board - (Labuan Bajo - Kanawa Island- Pulau Komodo- Manta Point - Pulau Kalong- Gili Laba - Pulau Padar - Pink Beach - Pulau Rinca - Pulau Bidadari - Pulau Kelor)